GROSIR BATIK PEKALONGAN - PUSAT BATIK PEKALONGAN - Kota Pekalongan

4.8/5 based on 8 reviews

Contact GROSIR BATIK PEKALONGAN / PUSAT BATIK PEKALONGAN

Address :

Gg. I No.237, Kradenan, Kec. Pekalongan Sel., Kota Pekalongan, Jawa Tengah 51132, Indonesia

Phone : 📞 +88
Postal code : 51132
Website : https://batikaleaa.business.site/
Opening hours :
Monday 8AM–5PM
Tuesday 8AM–5PM
Wednesday 8AM–5PM
Thursday 8AM–5PM
Friday Closed
Saturday 8AM–5PM
Sunday 8AM–5PM
Categories :

Gg. I No.237, Kradenan, Kec. Pekalongan Sel., Kota Pekalongan, Jawa Tengah 51132, Indonesia
k
kanjil on Google

Lengkap, murah, kualitas oke
Complete, cheap, okay quality
o
obah Anteng on Google

Banyak motifnya
Many motives
D
DiamondGames on Google

Tempat belanja batik, harga murah tapi nggak murahan ???
A place to shop for batik, cheap prices but not cheap ???
m
muhammad siroj on Google

Tempat yg cocok buat belanja kain dan pakaian jadi spt hem dan kemeja batik
A suitable place for shopping for cloth and apparel such as hem and batik shirt
N
Naufal yusuf AL on Google

Pusat batik pekalongan, seller ramah, FAST respon, barang nya bagus, kain nya nyaman dipake, adem tooppppp ?????
Batik center in Pekalongan, seller is friendly, FAST response, the items are good, the fabric is comfortable to wear, cool tooppppp ?????
M
Much Nasih Amin on Google

Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam atau lilin adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[4]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[5] Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7.[4] Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.[6] G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[6] Detail ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detail pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal. Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasahdengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[7] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik. Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java(London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[4] Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Wilayah Persekutuan Malaysiajuga membawa Batik bersama mereka. Sekarang batik sudah berkembang di beberapa tempat di luar Jawa, bahkan sudah ke manca negara. Di Indonesia batik sudah pula dikembangkan di Aceh dengan batik Aceh, Batik Cual di Riau, Batik Papua, batik Sasirangan Kalimantan, dan Batik Minahasa. Masnasih.com
The art of fabric coloring with coloring techniques using the night or candle is one of the ancient art forms. Discovery in Egypt shows that this technique has been known since the 4th century BC, with the discovery of mummy wrapping cloth which is also coated with the night to form a pattern. In Asia, batik-like techniques were also applied in China during the T'ang Dynasty (618-907) and in India and Japan during the Nara Period (645-794). In Africa, techniques such as batik are known by the Yoruba tribe in Nigeria, as well as the Soninke and Wolof tribes in Senegal. [4]. In Indonesia, batik is believed to have existed since the Majapahit era, and became very popular at the end of the seventeenth century or the beginning of the nineteenth century. The resulting batik is all written batik until the beginning of the twentieth century and new printed batik became known after World War I or around the 1920s. [5] Although the word "batik" comes from the Javanese language, the presence of batik on Java itself is not recorded. G.P. Rouffaer argued that this batik technique might be introduced from India or Sri Lanka in the 6th or 7th century. [4] On the other hand, J.L.A. Brandes (Dutch archeologist) and F.A. Sutjipto (Indonesian historian) believes that the tradition of batik is native to areas such as Toraja, Flores, Halmahera, and Papua. It should be noted that the area is not an area influenced by Hinduism but is known to have an ancient tradition of making batik. [6] G.P. Rouffaer also reported that the gringsing pattern had been known since the 12th century in Kediri, East Java. He concluded that a pattern like this could only be formed using a canting tool, so he argued that canting was found in Java in the surrounding period. [6] Fabric carving details resembling batik patterns are worn by Prajnaparamita, the goddess statue of Buddhist wisdom from 13th century East Java. The clothing details display a pattern of plant tendrils and intricate flowers that are similar to traditional Javanese batik patterns that can be found now. This shows that making intricate batik patterns that can only be made with canting has been known in Java since the 13th century or even earlier. The legend in 17th century Malay literature, Sulalatus Salatin, tells Admiral Hang Nadim who was ordered by Sultan Mahmud to sail to India to get 140 sheets of litter fabric with a pattern of 40 types of flowers on each sheet. Unable to fulfill the order, he made the cloths himself. But unfortunately his ship sank on the way home and was only able to carry four sheets to make the Sultan disappointed. [7] By some interpreters, who? litter was interpreted as batik. In European literature, this batik technique was first told in the book History of Java (London, 1817) written by Sir Thomas Stamford Raffles. He was once the Governor of England on Java during Napoleon's occupation of the Netherlands. In 1873 a Dutch merchant Van Rijekevorsel gave a piece of batik which he obtained during a visit to Indonesia to the Ethnic Museum in Rotterdam and that at the beginning of the 19th century batik began to reach its golden age. When exhibited at the Exposition Universelle in Paris in 1900, Indonesian batik fascinated the public and artists. [4] Since industrialization and globalization, which introduced automation techniques, new types of batik have emerged, known as stamp batik and printed batik, while traditional batik produced with handwriting techniques using canting and night is called batik. At the same time immigrants from Indonesia to the Malaysia Persekutuan Territory also brought Batik with them. Now batik has developed in several places outside Java, even abroad. In Indonesia batik has also been developed in Aceh with Aceh batik, Cual Batik in Riau, Papuan Batik, Kalimantan Sasirangan batik, and Minahasa Batik. Thank you
s
sodikun on Google

Grosir batik Setono merupakan pasar grosir batik Kota Pekalongan
Setono batik wholesaler is a wholesale market for batik in Pekalongan City
m
memesloendoepoenya loendoepoenya on Google

Batik Lengkap harga terjangkau kualitas g di ragukan ??
Complete Batik at affordable prices, quality is in doubt

Write some of your reviews for the company GROSIR BATIK PEKALONGAN / PUSAT BATIK PEKALONGAN

Your reviews will be very helpful to other customers in finding and evaluating information

Rating *
Your review *

(Minimum 30 characters)

Your name *

Nearby places in the field of Clothing store,

Nearby places GROSIR BATIK PEKALONGAN / PUSAT BATIK PEKALONGAN