Angkring Jogja Area Kotagedhe - Kota Yogyakarta
4.6/5
★
based on 5 reviews
Contact Angkring Jogja Area Kotagedhe
Address : | Jl. Pramuka No.62, Giwangan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55163, Indonesia |
||||||||||||||
Phone : | 📞 +879889 | ||||||||||||||
Postal code : | 55163 | ||||||||||||||
Opening hours : |
|
||||||||||||||
Categories : |
h
|
helmi angkringers on Google
★ ★ ★ ★ ★ |
y
|
yoxx's _Bara on Google
★ ★ ★ ★ ★ |
R
|
Rossi mifta on Google
★ ★ ★ ★ ★ mantappp
steadypp
|
M
|
Mahendra B on Google
★ ★ ★ ★ ★ Kotagede Yogyakarta Kota Sejarah
Kota ini merupakan kawasan bersejarah yang merupakan The Old Capital City yang menyimpan sejarah mengenai lahirnya Mataram Islam. Berawal dari berdirinya sebuah kerajaan di tengah hutan pada tahun 1575 yang diprakarsai oleh Ki Ageng Pemanahan yang merupakan asal mula berdirinya kerajaan Mataram. Seluruh tanah Jawa merupakan daerah kekuasan dari kerajaan Mataram Hindu. Kerajaan tersebut mempunyai peradaban yang luar biasa dan kemakmuran masyarakat yang berkecukupan sehingga mampu membangun candi-candi yang megah dengan arsitektur yang menawan Seperti Candi Borobudur dana lain lainya,
Sekitar abad ke-10 kerajaan ini memindahkan pemerintahannya ke Jawa Timur sehingga rakyat berbondong-bondong meninggalkan Mataram sampai akhirnya habis dan wilayah ini kembali sepi dan menjadi hutan kembali.
Sekitar 6 abad kemudian, Pulau Jawa merupakan kekuasaan dari Kesultanan Pajang yang berpusat di Jawa Tengah. Sultan Hadiwijaya yang berkuasa saat itu memberi hadiah kepada Ki Gede Pemanahan karena prestasinya dalam mengalahkan musuh-musuh dari kerajaan. Hadiah tersebut berupa hutan yang dikenal dengan nama Alas Mentaok. Ki Gede Pemanahan beserta keluarga dan pengikutnya akhirnya pindah ke tempat tersebut yang sebenarnya merupakan hutan bekas kerajaan Mataram Hindu pada waktu yang lalu.
Ki Gede Pemanahan membangun desa kecil di hutan tersebut dan perlahan-lahan desa tersebut semakin berkembang sampai Ki Gede Pemanahan wafat. Kepemimpinan selanjutnya diteruskan oleh puteranya yang bergelar Senopati Ingalaga. Desa tersebut di bawah kepemimpinan Senopati Ingalaga tumbuh dan terus berkembangan dengan pesat sehingga berubah menjadi sebuah kota yang sangat ramai dan makmur dan akhirnya disebut dengan Kotagede atau Kota Besar.
Dalam kiprahnya sebagai pemimpin, Senopati Ingalaga juga membangun benteng dalam ( cepuri ) yang cakupannya mengelilingi kraton dan juga dibangun benteng luar ( baluwarti ) yang mengelilingi wilayak kota seluas sekitar 200 Ha. Selanjutnya Senopati Ingalaga menjadi raja pertama Mataram Islam yang bergelar Penembahan Senopati dengan pusat pemerintahanya di Kotagede.
Selanjutnya dibawah kepemimpinan Panembahan Senopati, kerajaan Mataram yang dipimpinnya berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Pati, Madiun, Kediri dan Pasuruan. Hampir seluruh Tanah Jawa menjadi wilayah kekuasaanya kecuali Batavia dan Banten.
Kerajaan Mataram Islam ini mencapai puncak kejayaan pada masa kepemimpinan raja yang ke-3 yaitu Sultan Agung yang merupakan cucu dari Panembahan Senopati. Sultan Agung dalam pemerintahannya pada tahun 1613 memindahkan pusat kerajaan ke wilayah Karta Pleret Bantul.
Bila wisatawan menyusuri wilayah Kotagede dengan jalan dan gang yang sempit maka akan mengingatkan kita pada kebudayaan Mataram pada abbad ke 16 Masehi. Penduduk yang tinggal di Kotagede sekarang ini bermata pencaharian sebagian besar sebagai pedagang merangkat sebagai pengrajin perak dan batik. Sementara itu struktur bangunan yang berada di Kotagede sedikit berbeda dengan bangunan rumah Jawa pada umumnya. Bentuk rumah yang besar dikelilingi tembok yang tebal dan tinggi merupakan ciri bangunan peninggalan sebagai bentuk pertahanan pada masa kerajaan Mataram Islam pada waktu yang lalu.
Seiring dengan perkembangan waktu, Kotagede saat ini menjadi kota yang semakin ramai kendati sudah tidak sebagai ibukota kerajaan Mataram. Saat menyusuri Kotagede, anda akan banyak menemukan bagunan tua yang dibangun sekitar tahun 1930 dengan berbagai macam bentuk dan arsitek yang berbeda dan unik. Sepanjang jalan anda akan menemukan deretan toko yang hanya menjual kerajinan perak yang sebelumnya merupakan kerajinan yang turun menurun yang sudah ada pada zaman Mataram dahulu.
Kotagede Yogyakarta Historical City
This city is a historic area which is The Old Capital City which keeps history about the birth of Islamic Mataram. Starting from the establishment of a kingdom in the middle of the forest in 1575 initiated by Ki Ageng Archery which is the origin of the founding of the kingdom of Mataram. The whole land of Java is the territory of the Hindu Mataram kingdom. The kingdom has an extraordinary civilization and prosperity of people who are sufficient so that they are able to build magnificent temples with charming architecture. Like the other Borobudur Temple, other funds,
Around the 10th century the kingdom moved its government to East Java so that the people flocked to leave Mataram until it was finally exhausted and the area returned deserted and became a forest again.
About 6 centuries later, the island of Java was the power of the Sultanate of Pajang, based in Central Java. Sultan Hadiwijaya who was in power at that time gave a gift to Ki Gede Archery because of his achievements in defeating the enemies of the kingdom. The prize is in the form of a forest known as Alas Mentaok. Ki Gede Pemahan along with his family and followers finally moved to this place which was actually the forest of the former Hindu Mataram kingdom in the past.
Ki Gede Pemahan built a small village in the forest and gradually the village continued to grow until Ki Gede Pemahan died. The next leadership was continued by his son who was entitled Senopati Ingalaga. The village under the leadership of Senopati Ingalaga grew and continued to develop rapidly so that it turned into a very lively and prosperous city and eventually it was called Kotagede or Kota Besar.
In his work as a leader, Senopati Ingalaga also built an inner fort (cepuri) whose scope surrounds the palace and also built an outer fort (baluwarti) which surrounds an area of around 200 Ha. Subsequently Senopati Ingalaga became the first king of Islamic Mataram which held the Senopati Worship with its central government in Kotagede.
Furthermore, under the leadership of Panembahan Senopati, the kingdom of Mataram which he led succeeded in expanding his territory to Pati, Madiun, Kediri and Pasuruan. Almost all of Java became his territory except Batavia and Banten.
This Islamic Mataram Kingdom reached its peak during the reign of the 3rd king, Sultan Agung, who was the grandson of Panembahan Senopati. Sultan Agung in his government in 1613 moved the center of the kingdom to the Karta Pleret Bantul region.
If tourists go through the Kotagede region with narrow streets and alleys, it will remind us of the culture of Mataram in the 16th century AD. The people who live in Kotagede now earn a living mostly as traders and silver and batik artisans. Meanwhile the building structure in Kotagede is slightly different from the typical Javanese house building. The shape of a large house surrounded by thick and high walls is a characteristic of heritage buildings as a form of defense during the Islamic Mataram kingdom in the past.
Along with the development of time, Kotagede is now becoming an increasingly crowded city even though it is no longer the capital of the Mataram kingdom. When exploring Kotagede, you will find many old buildings that were built around 1930 with various forms and different and unique architects. Along the way you will find a row of shops that only sell silver handicrafts that were previously a down and down craft that already existed in the days of Mataram.
|
p
|
pattrix squidword on Google
★ ★ ★ ★ ★ nice place
|
Write some of your reviews for the company Angkring Jogja Area Kotagedhe
Your reviews will be very helpful to other customers in finding and evaluating information
Nearby places in the field of Restaurant,
Nearby places Angkring Jogja Area Kotagedhe